Apa Itu Remote Working? Simak Penjelasan Lengkapnya di Sini!
Belakangan ini gara-gara pandemi Covid-19, banyak perusahaan menerapkan sistem remote working atau kerja remote. Tapi apa itu remote working, bagaimana cara bekerja secara remote dan mengapa banyak orang memilih remote working daripada kerja di kantor
Remoteworker.id - Apakah kamu pernah bertemu dengan kawanmu yang kelihatan lusuh seperti seorang pengangguran, tapi ternyata ia bekerja dari rumah dan menghasilkan gaji ribuan dollar?
Atau apakah kamu pernah bertemu dengan kawanmu yang hobinya travelling ke Bali, tapi ternyata tiap malam ia sedang video call bersama timnya yang ada di ibukota atau luar negeri?
Kalau kamu menjawab pernah, berarti selamat. Anda sudah tiba di masa depan dunia kerja. Sebab apa yang kawan-kawan kamu lakukan adalah sistem remote working atau biasa disebut kerja remote.
Tentu melihat kawan-kawanmu tersebut, di hati terdalam kamu, kamu merasa senang sekaligus iri. Senang karena ternyata kawan-kawanmu sukses dalam karir mereka. Iri karena waktu kawan-kawanmu begitu fleksibel, yang dapat bekerja di mana saja, tanpa harus terjebak macet untuk datang ke kantor atau terkungkung pada rutinitas kerja 9 to 5.
Nah, mungkin dalam benak pikiranmu, muncul banyak pertanyaan seperti ini: Apa sistem kerja remote sesungguhnya? Bagaimana cara karyawan bisa bekerja secara remote? Mengapa mereka memilih bekerja secara remote? Dan masih banyak lainnya.
Tenang saja. Pertanyaan-pertanyaan seperti wajar kok. Oleh karena itulah, kami menyusun artikel ini untuk menjawab segala seluk beluk kerja remote. Jadi mari kita mulai!
Apa Itu Remote Working?
Jadi sistem remote working adalah sistem kerja yang memungkinkan para karyawan untuk bekerja di luar lingkungan kantor. Mereka bebas untuk bekerja di manapun mereka inginkan. Entah itu dari rumah, coffee shop, co-working space, pantai atau tempat lainnya.
Sistem ini terdengar menyenangkan bukan?
Benar. Sistem ini memang sangatlah menyenangkan.
Karena pada sistem kerja remote, kamu tidak perlu lagi bangun subuh, untuk mengejar kereta atau bis pagi untuk pergi ke kantor. Kamu juga tidak perlu lagi, terjebak macet yang jelas-jelas membuat stres dan tidak produktif bekerja. Dan satu lagi, kamu juga tidak perlu lagi harus duduk dari jam 9 pagi hingga jam 5 sore, yang faktanya dapat berakibat buruk bagi masa tua kamu nanti.
Sejarah dan Perkembangan Sistem Remote Working Dari Masa ke Masa
Perlu kamu ketahui bahwa sistem kerja remote ini sebenarnya bukanlah sistem yang baru. Menurut Siddharta dan Malika (2016), sistem kerja remote pertama kali muncul dalam buku The Human Use of Human Beings Cybernetics and Society oleh Norbert Wiener pada 1950. Namun istilah yang digunakan bukanlah kerja remote (remote working), melainkan telework.
Sayangnya sepanjang dekade 70 sampai 80an, istilah telework di Eropa masih dipandang remeh. Saat itu, ‘telework’ dianggap memiliki makna negatif, karena para pekerjanya merupakan pekerja kantor rendahan yang bekerja dari rumah.
Istilah telework sendiri sering diganti dengan istilah ‘electronic homework’ untuk menekankan kondisi awal industri rumahan.
Jackson dan Wielen (1998) memberikan contoh pekerja telework ini sebagai ibu rumah tangga yang mempunyai anak. Namun ia terpisah dari komunitas kantor, dengan mengerjakan pekerjaan monoton.
Berbeda lagi dengan Amerika Serikat, istilah yang digunakan untuk sistem kerja remote adalah ‘telecommuting’. Istilah tersebut pertama kali muncul pada 1974, dalam laporan penelitian Universitas California Selatan yang berfokus pada proyek pengurangan kemacetan pada lalu lintas yang dibiayai oleh the National Science Foundation yang dikerjakan oleh Nilles dan kawan-kawan pada 1974.
Meski terjadi perbedaan waktu asal muasal, diskusi mengenai sistem remote working di AS jauh lebih berkembang daripada di Eropa. Pelopor utamanya tak lain adalah sang “Nabi Kerja Remote”, Jack Nilles yang bekerja jarak jauh pada 1972 hingga 1973 untuk project dari University of Southern California.
Pengalamannya bekerja jarak jauh tersebut akhirnya dipublikasikan pada 1976 oleh Nilles dibantu oleh Carlson, Gray and Hanneman (Nilles dkk., 1976). Dalam laporannya tersebut, ia banyak menunjukkan tentang manfaat dan biaya ekonomi perjalanan ke dan dari kantor dibandingkan dengan biaya dan manfaat bekerja di rumah.
Tak lama kemudian, pada 1979, Frank Schiff seorang esais menulis artikel yang banyak dibaca untuk Washington Post berjudul "Working at Home Can Save Gasoline". Gara-gara artikel tersebut, gagasan mengenai telecommuting akhirnya menjadi lebih populer.
Konsep sistem kerja remote akhirnya mulai mendapat perhatian banyak pihak pada akhir abad 20, yang disertai kemunculan teknologi komunikasi dan komputer pribadi. Pada masa tersebut, banyak kantor memberi kesempatan bagi para pekerja untuk bekerja dari rumah daripada datang langsung ke kantor (Potter, 2003).
Dalam Siha dan Monroe (2006), penerapan sistem kerja remote dicoba diberlakukan satu hari dalam seminggu. Selain itu, pada saat yang sama, program uji coba sistem kerja remote juga diinisiasi di berbagai daerah di Amerika Serikat. Kemudian pada 1990-an, uji coba itu diperluas banyak negara bagian, pemerintah daerah, dan perusahaan telah menerapkan sistem kerja remote.
Penerapan sistem kerja remote akhirnya terus mengalami perkembangan. Di Amerika, terjadi peningkatan pekerja remote dari 8,5% menjadi 11% di tahun 1997. Bahkan pada awal 2000, gagasan sistem kerja remote mendapat perhatian luas dan berkembang cepat. Dari catatan data Biro Pusat Statistik Amerika Serikat, jumlah pekerja remote di Amerika Serikat berkembang terus dari 18,7% (2004) menjadi 23,3% (2014) (Ohio,2015).
Hingga akhirnya terjadi tragedi penyerangan WTC dan Pentagon 11 September 2001. Tragedi tersebut ternyata memicu keinginan para pekerja untuk bekerja secara remote meningkat tajam. Sebagian besar alasan para pekerja itu adalah agar dapat menghindari ancaman atau kecelakaan di kantor, mengurangi kegelisahan saat kerja dan
dapat menyelesaikan pekerjaan dengan lebih baik (Budhiekusuma, 2017).
Pada 2008, Microsoft meluncurkan teknologi “Smooth Streaming” yang membuat perusahaan teknologi di seluruh negeri mulai lebih fokus pada teknologi streaming. Kelak nantinya media streaming ini menjadi platform website untuk bertatap muka sekaligus zona kolaborasi untuk para pekerja remote.
Di tahun berikutnya, telecommuting telah berhasil dilakukan secara efektif. Menurut Kantor Manajemen Personalia Amerika Serikat, lebih dari 100.000 karyawan federal bekerja secara remote pada tahun itu.
Bahkan pada 2010, Pemerintah Amerika Seritak telah mengesahkan Telework Enhancement Act, yang berupaya menjadikan para pekerja remote lebih aman dan efektif bagi karyawan Federal.
Sampai akhirnya, pada 2013 Marissa Mayer, CEO Yahoo menentang gagasan telecommuting dengan cara mengumumkan bahwa perusahaannya tidak akan mengijinkan karyawannya bekerja secara remote dari rumah.
Ia beranggapan untuk membuat perusahaan menjadi yang terbaik, komunikasi dan kolaborasi adalah hal yang penting. Keduanya tidak bisa tercapai selama para pekerja tidak bekerja di kantor. Tak hanya itu, ia juga mengklaim bahwa sistem kerja remote juga menghambat produktivitas.
Tak hanya Yahoo, beberapa perusahaan besar di Amerika seperti Best Buy dan Hewlett-Packard (HP) juga memutuskan untuk tidak lagi menggunakan sistem kerja remote. Berdasarkan laporan The Guardian, keduanya melihat ada beberapa pekerjaan yang tidak bisa dilakukan secara remote dan butuh kolaborasi serta inovasi yang hanya bisa dilakukan di dalam kantor.
Keputusan tiga perusahaan ternama tersebut yang kembali menerapkan sistem kerja konvensional itu membuat gagasan kerja remote ini makin berkembang.
Banyak ahli menyerukan agar gagasan telecommuting ini meningkat secara eksponensial dalam beberapa tahun mendatang. Selain menawarkan lebih banyak fleksibilitas, sistem telecommuting ternyata juga menghasilkan tingkat produktivitas yang lebih tinggi daripada karyawan yang bekerja di kantoran.
Lebih dari itu, sistem kerja remote ini dinilai menjadi solusi bagi para pemilik bisnis dan karyawannya. Sebab dengan sistem ini, gaji yang diberikan oleh pemilik bisnis bisa lebih murah, akan tetapi tetap memberikan hasil yang terbaik bagi perusahaan dan karyawan.
Bagaimana Cara Bekerja Dengan Sistem Remote Working?
Ada berbagai cara orang dapat bekerja secara remote. Misalnya saja, beberapa orang memiliki kesempatan untuk bekerja secara remote selama lima hari dalam seminggu, tetapi sisa waktu kerjanya 1 hari, mereka diharuskan pergi untuk meeting di kantor.
Nah pada hari-hari biasa inilah, para pekerja remote ini bekerja dari rumah atau coffe shop dekat kantor.
Tempat lain yang biasa diandalkan oleh para pekerja remote adalah co-working space. Tempat ini menawarkan konektivitas internet yang cepat, dapur yang lengkap dan peluang untuk bertemu orang lain yang bekerja dari berbagai industri.
Namun ada juga beberapa pekerja remote memanfaatkan sepenuhnya fleksibilitas waktu mereka dengan bepergian dari satu negara ke negara lain. Para pekerja remote ini biasa disebut digital nomad.
Para digital nomad ini benar-benar memanfaatkan waktu kerja yang fleksibel dengan gaya hidup mereka yang suka akan petualangan. Mereka berusaha mendapatkan pengetahuan secara global, serta memperluas jaringan profesional mereka ke komunitas yang ada di seluruh dunia.
Oh iya, hal lain yang perlu kamu pahami dalam sistem kerja remote, para pekerja remote tersebut biasa be secara full time, part time bahkan freelancer. Maka tak jarang, jika para pekerja remote profesional tadi dapat bekerja di dua sampai tiga perusahaan di saat bersamaan.
Mengapa Mereka Memilih Remote Working?
Ada banyak manfaat sistem kerja remote, baik itu bagi pekerja atau pemilik bisnis. Mulai dari peningkatan produktivitas hingga pekerja yang lebih bahagia dan lebih sehat. Mari kita coba jabarkan beberapa keuntungannya:
Waktu yang Fleksibel
Alasan paling jelas mengapa banyak karyawan ingin bekerja secara remote adalah karena sistem ini menawarkan gaya hidup yang lebih fleksibel. Saat karyawan tidak diharuskan berada di kantor selama jangka waktu yang ditentukan, mereka jauh dapat fokus pada hal-hal yang penting di luar kantor.
Misalnya saja, karyawan tersebut merupakan orang tua. Dengan memiliki waktu yang fleksibel, dia bisa memulai bekerja lebih awal sehingga dia dapat menjemput anak-anak pulang dari sekolah pada hari itu atau mengambil waktu pada siang hari untuk bertemu dengan dokter.
Sementara itu, bila karyawan tersebut ingin melanjutkan pendidikan, ia bisa membagi waktunya karena tidak tunduk pada jadwal kerja yang ketat. Misalkan saja, pada siang hari ia bisa mengikuti kelas, kemudian di malam harinya ia bisa mulai bekerja atau sebaliknya.
Kesehatan Karyawan Menjadi Lebih Baik
Alasan lain mengapa karyawan memilih bekerja secara remote karena mereka menjadi tidak terlalu stres dan memiliki semangat kerja yang lebih tinggi daripada bekerja langsung di kantor.
Dalam sebuah laporan yang diterbitkan oleh Royal Society for Public Health di Inggris, ditemukan bahwa 55% peserta merasa lebih tertekan akibat perjalanan mereka.
Dengan menghilangkan stress dalam perjalanan itu dan membiarkan karyawan bekerja di lingkungan yang nyaman bagi mereka, pemilik bisnis dapat berperan serta mengurangi stres karyawan.
Dalam studi yang dilakukan PGI pada 2014 menunjukkan bahwa presentase ketidakhadiran pekerja remote mencapai 69%. Presentase tersebut lebih rendah daripada pekerja yang bekerja di kantor.
Studi tersebut menunjukkan bahwa alih-alih stres atau tertekan karena pekerjaan, pekerja tidak merasa perlu melewatkan pekerjaan tanpa alasan yang kuat. Hal ini dikarenakan mereka merasa dilibatkan dan lebih fokus dalam peran mereka.
Selain itu, para pekerja juga menjadi lebih bahagia dan lebih sehat sehingga menghasilkan pekerjaan yang lebih baik dan merasa lebih berkomitmen terhadap perusahaan mereka.
Produktivitas Kerja Jadi Lebih Tinggi
Salah satu kelebihan yang paling dipuji dalam sistem Kerja Remote adalah peningkatan produktivitas yang disertai dengan fleksibilitasnya.
Para karyawan yang bekerja secara remote cenderung melakukan kinerja ekstra dalam pekerjaan mereka, sehingga dapat menyelesaikan dan melampaui target pekerjaan mereka dibandingkan dengan karyawan yang bekerja di kantor.
Menurut State and Work Productivity Report, 65% karyawan yang bekerja di kantoran secara full time percaya bahwa bekerja secara remote dapat meningkatkan produktivitas. Hal ini disepakati oleh para atasan mereka. Karena dari dua pertiga manajer yang disurvei melaporkan ada peningkatan produktivitas secara keseluruhan dari karyawan yang bekerja secara remote.
Mempunyai Semangat dan Perspektif Baru Saat Bekerja
Karyawan yang bekerja secara remote cenderung melakukan pekerjaan terbaiknya saat berada di luar kantor. Hal ini disebabkan mereka menjadi lebih terinspirasi oleh lingkungannya dan dapat menyaring gangguan lingkungan sesuai keinginan mereka.
Ini menunjukkan fakta bahwa kesempatan untuk bekerja secara remote dapat memberi perspektif baru pada pekerja. Pasalnya mereka memandang sistem Kerja Remote ini sebagai motivasi atau penghargaan atas hasil kerja mereka. Oleh karenanya mereka menjadi terpacu untuk selalu memberikan hasil kerja yang baik atau melebih target yang ditentukan agar dapat terus menjalani sistem kerja remote yang mereka sukai.
Pemilik Bisnis Bisa Lebih Menghemat Biaya
Sistem kerja remote juga bagus untuk sebuah perusahaan, terutama bagi keuangan. Jika sebuah perusahaan menganut sistem kerja remote secara penuh, perusahaan tentu dapat menghemat biaya seperti sewa gedung dan perabotan kantor.
Dalam laporan Flexjobs menunjukkan bahwa jika pemilik bisnis berani menganut sistem kerja remote, diperkirakan mereka dapat menghemat $22.000 untuk setiap pekerja remote per tahun.
Nah, demikian rangkuman dari kami mengenai apa itu kerja remote, bagaimana cara bekerja secara remote dan mengapa banyak orang memilih kerja remote daripada kerja di kantor sekarang. Apabila kamu tertarik untuk mengetahui cara bekerja remote, kamu bisa mendaftar di online course RemoteworkerID dan pilih tahap mastering remote working. Semoga bermanfaat dan sampai bertemu di artikel selanjutnya.
.